PENDIDIKAN
oleh : Iznoe 'Aqila
Pengertian
Pendidikan
Kata
pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 232) berasal dari kata
“didik” yang mendapat awalan me sehingga menjadi “mendidik”, yang
artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan yang dimaksud dengan
pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Mcleod (1989) dalam Muhibbin Syah, M.
Ed., kata pendidikan dalam bahasa Inggris education yang berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi
peningkatan (to elicit, to
give rise to) dan
mengembangkan (to evolve, to
develop). Dalam arti sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan
untuk memperoleh pengetahuan.
Dalam
pengertian luas, Muhibbin Syah, M. Ed. (1995: 10) mengungkapkan bahwa
pendidikan dapat diartikan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan.
UU
No. 2 Tahun 1989 mendefinisikan pendidikan
sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Sedangkan dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam GBHN pendidikan
diartikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Seorang
pahlawan pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan
sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan
anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Hakekat Pendidikan
Sebelum
membahas tentang hakekat pendidikan, kita gali dulu tentang konsep yang tepat
tentang pendidikan tersebut. Menurut H.P.
Fairchild (1964) dalam Prof.
Dr. H. Nursid Sumaatmadja (2002: 40) mengemukakan : Education is the acculturation of newer and/for younger members of
society by the older. The instituation-process whereby th accumulated
ideas, standars, knowledge, and techniques of society are transferred to, or
omposed upon, the rising generation.
Sedangkan D.J.O. ‘Connor (1971) dalam Prof.
Dr. H. Nursid Sumaatmadja (2002: 40)
juga mengungkapkan :
Education refers to :
* a set of techniques for imparting knowledge, skills, and attitudes;
* a set of theories wich purport to explain or justify the use of these
techniques;
* a set of values or ideas embnodied and expressed in purpose for wich
knowledge, skills, and attitudes imparted and so dirtecting the amounts and
type training that is given.
Dari acuan-acuan di atas, terdapat kata-kata kunci yang mempertegas
“apa” dan “bagaimana” pendidikan itu. Kata-kata tersebut diantaranya:
a. proses kegiatan-akulturasi
(pembudayan) – proses institusionalisasi (pelembagaan) – transfer (pengalihan) – imparting (memberikan,
menggambarkan) – explain (menjelaskan) – justity (menjelaskan) – directing (mengarahkan);
b. perilaku – pengetahuan – keterampilan – sikap – ideas (gagasan) – standars (pembakuan);
c. individu – member of society –
generasi;
d. mengubah – training –
transfer – techniques;
e. kematangan – kedewasaan – values (nilai) – ideas (gagasan);
f. the older (yang lebih tua) – pendidik – guru – orang tua – tokoh masyarakat.
Dari
konsep di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme pendidikan meliputi proses,
proses kegiatan, kegiatan; perilaku yang dikembangkan (diubah) meliputi
sikap, keterampilan, pengetahuan; subjek-objek pelaku meliputi individu,
anggota masyarakat, peserta didik, orang yang lebih tua; cara, teknik,
metode yang diterapkan; pembakuan (standar) yang menjadi ukuran, yaitu nilai
serta norma; dan akhirnya ada tujuan yang dicapai, yaitu kedewasaan,
kematangan, perliaku yang diharapkan.
Untuk
lebih menghayati hakekat pendidikan, dapat dilihat skema gambar Fundamental Ideas of Education oleh Prof. Dr. H. Nursid
Sumaatmadja (2002: 42) :
Skema 2.1
Fundamental
Ideas of Education
Dari skema diatas, dapat diuraikan bahwa gagasan pendidikan meliputi:
1) Manusia sebagai makhluk budaya, memiliki potensi dasar akal pikiran yang
dikembangkan, dan dapat dikembangkan (dididik); 2) Sebagai makhluk budaya manusia memiliki sejumlah kebutuhan mental, yang
meliputi kebutuhan-kebutuhan spiritual, sosial, emosional, pemahaman, dan
keterampilan. Hal ini semua dapat dipenuhi dengan pendidikan; 3) Aspek-aspek mental yang menjadi kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk
budaya, tercermin dan tampil pada perilakunya.; 4) Perilaku manusia sebagai makhluk budaya, dalam kehidupan bermasyarakat,
berpijak pada pembakuan nilai dan norma yang berlaku; 5) Melalui proses belajar, manusia sebagi peserta didik menjadi
manusia yang manusiawi, manusia seutuhnya.
Dari gagasan-gagasan di atas dapat kita pahami bahwa
hakekat pendidikan jika dilihat dari sudut pandang metodologis-filosofis
pendidikan sebagai suatu sosok kajian, dapat ditelaah dari :
a.
Ontologi,
berkenaan dengan “apa yang diketahui”, yaitu menyangkut manusia dengan
perilakunya yang memenuhi kebutuhan mental spiritual pada lingkungan-lingkungan
tertentu.
b. Epistimologi,
berkenaan dengan “bagaimana cara memperoleh pengetahuan tentang kegiatan dan
proses pendidikan, serta teori-teori yang mendasari pengetahuan tentang
pendidikan tersebut” – teori-teori pengetahuan mengenai bagaimana manusia
(peserta didik) dengan perilakunya memenuhi kebutuhan mental dalam kehidupan;
c. Aksiologi,
mengenai “nilai-nilai apa yang dapat diungkapkan dari proses kegiatan
pendidikan, dan pendidikan sebagai sosok kajian”. – nilai-nilai moral, etika,
estetika, agama, budaya, dst.
Asas-Asas Pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus di Indonesia, terdapat beberapa asas
pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu
sendiri. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar
Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar. (Tirtarahardja, Umar dan
S.L. La Sulo. 2005)
a.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani yang kini menjadi semboyan
Depdikbud adalah asas yang dikumandangkan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Ki
Hajar Dewantara. Ada tiga semboyan dalam asas tersebut, diantaranya :
a.
Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi contoh);
b. Ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan
kehendak, hasrat, atau motivasi);
c.
Tut Wuri Handayani (jika di belakang, mengikuti dengan
awas)
Ketiga semboyan tersebut di atas berasal dari tujuh
asas Perguruan Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1992.
Ketujuh asas tersebut merupakan asas perjuangan menghadapi kolonial Belanda
serta sekaligus untuk mempertahankan hidup dan sifat nasional serta demokratis.
b.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas
belajar sepanjang hayat (life long
learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur
hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan
dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.
a. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan
dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan
peserta didik di masa depan.
b. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Dalam Islam telah nyata dan jelas
bahwa dalam al Qur’anul Karim dijelaskan tentang pendidikan sepanjang hayat, QS. Al ‘Alaq ayat
1-5 yang berbunyi: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan
(1), yang menciptakan manusia
dari segumpal darah (2), bacalah dan dari
Tuhanmulah apa yang datang (3) yang mengajarkan dengan petunjuk (4), yang mengajarkan manusia
apa-apa yang tidak diketahuinya (5).
Begitu juga Rasulullah Saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh: “Carilah ilmu mulai dari buaian ibu sampai ke liang lahad”.
c.
Asas Kemandirian dalam Belajar
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan
menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator. Sebagai
fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar
sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan
sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan
timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar.
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar dan atau
kegiatan belajar-mengajar yang dapat mengembangkan peluang kemandirian dalam
belajar antara lain Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pembelajaran Aktif Kreatif
Inovatif dan Menyenangkan (PAKEM), Contectual
Teaching Learning (CTL), dll.
Landasan-Landasan Pendidikan
Pendidikan sebagai proses kegiatan pemberdayaan
manusia peserta-didik menjadi sumber daya manusia yang cocok untuk segala lingkungan
dan perkembangan zaman, maka harus dilandasi dengan nilai-nilai yang sesuai
dengan hakekat manusia selaku makhluk sosial budaya. Untuk itu, pendidikan
harus dilandasi oleh nilai-nilai agama, filsafat, budaya, dan moral.
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan
berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dimanapun di dunia ini.
Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan diselenggarakan sesuai dengan
pandangan hidup dan latar sosial-budaya setiap masyarakat tertentu.
a.
Landasan Agama
Agama merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah
Yang Maha Kuasa kepada manusia untuk menjadi landasan hidupnya hingga akhir
zaman. Melalui pendidikan sebagai proses pemberdayaan SDM yang berlandaskan
agama, kita negara-bangsa Indonesia, dapat menikmati hidup dan kehidupan damai,
sejahtera, adil dan makmur.
Oleh karena itu, agama sebagai landasan pendidikan
telah diisyaratkan dalam pancasila sila ke satu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
menjadikan landasan pendidikan yang mutlak karena sesuai dengan fitrah manusia.
b.
Landasan Filsafat
Pendidikan sebagai suatu proses kegiatan
pemberdayaan manusia menjadi SDM yang berkualitas harus dilandasi oleh sifat
dan sikap yang arif dan bijaksana. Sifat dan sikap demikian selain terbina dari
pengalaman dan pendidikan juga hasil perenungan tentang hal-hal yang baik dan
buruk. Proses secara mendalam dan mendasar tadi dikatagorikan sebagai
berfilsafat.
Filsafat sebagai suatu kajian yang mendasar tidak
hanya mengungkapkan hal-hal terlihat kasat mata akan tetapi lebih mendalam yang
tidak jarang di luar jangkauan pikiran kita. Dengan demikian, proses telaahan
filsafat tentang kehidupan dan lingkungan sekitarnya, bukan hanya dengan
kecerdasan emosional dan intelektual, akan tetapi juga mengembangkan kecerdasan
spiritual.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan sebagai proses kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi SDM yang
manusiawi, secara mendasar harus dilandasi oleh nilai-nilai filsafat yang
meyakinkan (meliputi alam, kehidupan, moral, agama, dan ketuhanan), dengan
demikian, landasan filsafat dan landasan agama sulit dipisahkan.
Secara filsafati, dalam mengembangkan pendidikan
sebagai suatu proses pemberdayaan anak didik, harus berpijak pada fakta dan
realita. Proses pelaksanaan pendidikan melalui pembelajaran, memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan sense of interest, sense of curiosity, sense of reality, dan sense of discovery dalam mempelajari
fakta untuk mencari kebenaran.
Selain apa yang diuraikan penulis di atas bahwa landasan
filosofis bersumber dari pandangan-pandanagan dalam filsafat pendidikan, menyangkut
keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat
pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
c. Landasan Sosiologi
c. Landasan Sosiologi
Landasan sosiologi pendidikan adalah acuan atau
asumsi dalam penerapan pendidikan yang bertolak dari interaksi antar individu
sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi
antara dua individu (pendidik dan peserta didik) bahkan dua generasi yang
memungkinkan generasi muda mengembangkan diri.
Landasan
sosiologi pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber
dari norma kehidupan bermasyarakat: (1) kekeluargaan dan
gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama
menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya,
(4) selaras serasi dan seimbang antara hak dan kewajiban.
d. Landasan
Budaya
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan
manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu.
Dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud
dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik sebab kebudayaan
dapat dilestarikan atau dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan
tersebut dari generasi ke genaerasi.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan tersebut
khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru yang berbeda dari
masyarakat ke masyarakat dengan melalui tiga cara umum yaitu: (1) informal, terjadi
dalam keluarga, (2) non formal, terjadi
dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari, dan (3) formal, melibatkan
lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan.
Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai
lembaga sosial yang mempunyai peranan yang sangat penting sebab pendidikan
tidak hanya berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan kepada generasi penerus
tetapi juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan
perkembangan dan tujuan zaman.
Pendidikan dapat
dikonsepkan juga sebagai proses budaya manusia. Kegiatannya dapat berwujud
sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki manusia. Pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan
kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui
pengajaran. Jadi pendidikan dapat berfungsi juga sebagai penyampai, pelestari,
dan pengembang kebudayaan.
e. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia,
sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam
bidang pendidikan, karena membahas tentang hakekat manusia, proses belajar, dan
peranan guru.
Perbedaan individual terjadi adanya perbedaan aspek
kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan
bakat akan tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan
aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Salah
satu yang menjadi sorotan yaitu perbedaan kepribadian peserta didik, karena
kepribadian adalah sesuatu hal yang unik. Keunikan tersebut bukan hanya
perbedaan potensial saja akan tetapi juga karena perbedaan perkembangannya
karena pengaruh sekitar. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pendidikan
yaitu terbentuknya kepribadian yang mantap dan mandiri.
Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi
dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya maka
manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungannya yang
menyebabkan manusia mengembangkan kemampuannya dalam proses belajar. Semakin
kuat motif upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin kuat pula proses belajar yang
terjadi yang akhirnya semakin tinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keberhasilan proses belajar,
diantaranya: (1) stimulus belajar, (2) perhatian siswa, (3) keaktifan siswa,
dan (4) penguatan umpan balik.
f. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan serta ilmu pendidikan dan teknologi
mempunyai kaitan yang sangat erat, karena sejalan dengan perkembangan jaman dan
iptek harus segera diakomodasikan oleh pendidikan yakni dengan memasukan hasil
iptek ke dalam isi bahan ajar.
Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan masyarakat
yang semakin kompleks maka pendidikan dalam segala aspeknya mau tak mau harus
mengakomodasikan perkembangan itu. Iptek merupakan salah satu hasil usaha
manusia untuk mencapai hasil kehidupan yang lebih baik.